SAMBUTAN PADA PEMBUKAAN MUSYAWARAH KERJA
KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA DENGAN
KWARTIR DAERAH SE INDONESIA
PADA TANGGAL 12 APRIL 1976,
DI ISTANA NEGARA.
KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA DENGAN
KWARTIR DAERAH SE INDONESIA
PADA TANGGAL 12 APRIL 1976,
DI ISTANA NEGARA.
Saudara-saudara;
Selama empat hari yang akan datang ini akan berlangsung Musyawarah Kerja Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dengan Kwartir Daerah se Indonesia. Dalam Musyawarah Kerja ini yang saya anggap sangat penting adalah yang menyangkut program kegiatan pendidikan Kepramukaan. Dan pendidikan Kepramukaan tidak dapat lain harus berarti pendidikan yang bertujuan membangun manusia pembangunan.
Tugas pokok daripada Gerakan Pramuka adalah menumbuhkan tunas-tunas bangsa agar menjadi generasi yang lebih baik, yang sanggup bertanggung jawab dan mampu membina serta mengisi kemerdekaan nasional kita. Untuk itu maka pembinaannya harus dapat menserasikan antara ketinggian moral dan ketajaman akal, antara tanggung jawabnya kepada diri sendiri dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat, antara usaha untuk mengejar kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Singkatnya : suatu usaha untuk melahirkan manusia Indonesia yang utuh dan penuh keseimbangan, yang dapat berdiri sendiri, mampu bertanggung jawab kepada dirinya dan juga bertanggung jawab kepada masyarakat.
Dalam membina tunas-tunas bangsa itu sangatlah penting adanya latihan-latihan untuk menumbuhkan kepribadian dan kepemimpinan. Generasi yang lebih tua harus membina dan memberikan kesempatan yang luas kepada generasi yang lebih muda untuk mempersiapkan diri agar mereka kelak dapat memainkan peranan dalam tahap pembangunan di masa yang akan datang. Karena itu bentuk dan cara-cara pembinaan harus sesuai dan dapat diterima oleh generasi muda sendiri dengan tetap dikembangkan di atas pola besar pembangunan nasional kita. Dengan demikian maka sifat pembinaan akan terasa sebagai milik dan kebutuhan kaum muda sendiri; dan bukan dirasakan sebagai sesuatu yang asing dan dipaksakan kepada mereka. Dengan jalan ini dapat ditumbuhkan kreativitas dengan tetap terjamin kelanjutan pembinaan bangsa kita.
Dengan pola pembinaan yang demikian itu maka Gerakan Pramuka akan dapat meluas, karena benar-benar dirasakan sebagai milik dan kebutuhan kaum muda. Gerakan Pramuka yang demikianlah yang akan dapat ikut menggerakkan kecepatan pembangunan masa kini dan mengamankan pembangunan masa nanti.
Dalam jangka panjang tujuan pembangunan kita adalah untuk terus meningkatkan kesejahteraan umum, untuk memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk memajukan dan membahagiakan seluruh Bangsa Indonesia; ialah cita-cita masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Karena itu bagi kita, maka membangun manusia pembangunan tidak lain adalah berarti membangun manu¬sia Pancasila. Kita semua mengharapkan, agar Gerakan Pramuka sebagai wadah pembinaan tunas bangsa kita itu hendaknya dapat menjadi pelopor daripada pembentukan dan pembangunan manusia-manusia Pancasila tadi. Tugas ini jelas tidak ringan, akan tetapi hanya dengan jalan itulah kita dapat meneruskan pembangunan dan menye¬lamatkan pembangunan bangsa kita.
Hanya manusia Pancasila lah yang dapat membangun masyarakat berdasarkan Pancasila. Manusia-manusia yang tidak merasa memiliki Pancasila, yang tidak mengerti Pancasila, yang tidak menghayati Pancasila, yang tidak mencintai Pancasila, tentu Baja akan sukar untuk dapat membangun masyarakat dan manusia Indonesia yang Pancasilais.
Hanya manusia Pancasila lah yang dapat membangun masyarakat berdasarkan Pancasila. Manusia-manusia yang tidak merasa memiliki Pancasila, yang tidak mengerti Pancasila, yang tidak menghayati Pancasila, yang tidak mencintai Pancasila, tentu Baja akan sukar untuk dapat membangun masyarakat dan manusia Indonesia yang Pancasilais.
Memang, ada yang mengatakan bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila lah yang harus terwujud dahulu; dan Baru dalam masyarakat yang demikian akan lahir manusia-manusia Pancasila. Pendapat ini sungguh-sungguh keliru. Kita dahulu tidak memikirkan hanya membangun manusia-manusia merdeka sesudah kita memperoleh kemerdekaan. Tetapi justru sebaliknya, kemerdekaan itu justru dilahirkan oleh perjoangan manusia- manusia yang cinta kepada kemerdekaan. Lebih-lebih harus kita ingat bahwa terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila itu akan memakan waktu yang lama dan landasannya saja baru akan kita capai setelah kita melaksanakan serangkaian pembangunan berencana. Apabila kita harus menunggu terwujudnya masya¬rakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan sesudah kita baru membina manusia-manusia Pancasila, maka saya khawatir, manusia-manusia Pancasila tadi tidak pernah akan lahir. Malahan mungkin lahir manusia¬manusia yang lain.
Karena itu sekali lagi, pembinaan dan tumbuhnya manusia-manusia Pancasila ini lah yang harus kita lakukan seraya kita melaksanakan pembangunan menuju terwujudnya masyarakat berdasarkan Pancasila itu. Lagi pula, oleh manusia-manusia Pancasila itulah jalannya pembangunan akan dapat diluruskan mungkin perlu dikoreksi agar arah dan tujuannya tidak menyimpang dari Pancasila itu sendiri.
Tidak ada keraguan kita sedikitpun mengenai kebenaran Pancasila bagi kebaikan, kebahagiaan dan keselamatan kehidupan Bangsa kita. Benar, bahwa selama ini Pancasila banyak mengalami ujian yang berat. Benar, pernah ada berbagai-bagai usaha malahan ada yang dengan jalan kekerasan untuk mencabut Pancasila dari hatinya Rakyat Indonesia. Pernah ada usaha-usaha untuk mengganti falsafah Negara kita itu dengan falsafah yang lain dari¬pada Pancasila. Namun pada saat-saat yang geriting, pada saat-saat yang menentukan, usaha tersebut selalu digagal¬kan oleh seluruh Rakyat Indonesia. Ini menunjukkan bahwa Pancasila benar-benar telah menjadi bagian dari hidup kita semuanya. Malahan, Pancasila adalah jiwa kita semuanya, jiwa seluruh Rakyat Indonesia. Sama halnya kita masing-masing akan melawan habis-habisan terhadap bahaya direnggutnya jiwa kita oleh orang lain, maka seluruh Rakyat Indonesia pun mempertahankan mati-matian setiap usaha untuk merenggut Pancasila dari kehidupannya.
Sebab itu, bertahun-tahun yang lalu pernah saya katakan bahwa Pancasila adalah masalah hidup matinya Bangsa Indonesia !
Makin banyak mengalami cobaan dan ujian, makin banyak mengalami hantaman dan ancaman, maka makin dalam berakar dan makin kuat tumbuhnya Pancasila itu dalam diri kita. Ini merupakan bukti yang tidak dapat diragu¬ragukan lagi bahwa Pancasila benar-benar telah menjadi jiwa dari Bangsa Indonesia tadi. Jiwa itulah yang memberi hidup kepada kita semua, memberi kekuatan hidup kepada kita semua dan membimbing kita untuk mengejar kehidupan yang lebih baik.
Ditinjau dari segi hukum, maka Pancasila tidak perlu dipersoalkan lagi sebab Pancasila telah kita tegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar '45. Dengan itu kita telah menegaskan dan berjanji kepada diri kita sendiri bahwa Pancasila adalah pandangan hidup kita dan dasar falsafah daripada Negara kita. Pancasila inilah yang akan membimbing diri kita masing-masing dan bersama-sama dalam usaha kita untuk mewujudkan kehidupan lahir dan batin yang lebih baik.
Kesadaran kita bahwa Pancasila adalah jiwa kita telah merupakan kekuatan yang tidak ternilai harganya yang telah menyelamatkan Bangsa Indonesia dalam menghadapi segala ujian di masa lampau. Dan akan tetap demikian dalam menyelamatkan perjalanan kita dan generasi-generasi yang akan datang di masa depan. Suatu perjalanan, yang terang akan sangat panjang dalam mencapai terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang kita cita-citakan. Suatu perjalanan yang mungkin juga berat dalam menghadapi pengaruh-pengaruh keadaan dunia yang akan terus berobah.
Kesadaran kita bahwa Pancasila adalah jiwa kita telah merupakan kekuatan yang tidak ternilai harganya yang telah menyelamatkan Bangsa Indonesia dalam menghadapi segala ujian di masa lampau. Dan akan tetap demikian dalam menyelamatkan perjalanan kita dan generasi-generasi yang akan datang di masa depan. Suatu perjalanan, yang terang akan sangat panjang dalam mencapai terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang kita cita-citakan. Suatu perjalanan yang mungkin juga berat dalam menghadapi pengaruh-pengaruh keadaan dunia yang akan terus berobah.
Karena itu, kesadaran memiliki Pancasila saja belumlah cukup !
Kita masih harus memahami dan menghayati apa sebenarnya Pancasila itu, serta berusaha untuk dapat mengetrapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Pancasila sama sekali bukan hanya semboyan besar yang selalu kita agung-agungkan. Pancasila bukan juga sekedar kata-kata indah yang kita keramatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar '45. Yang paling penting adalah agar Pancasila itu benar-benar kita rasakan wujudnya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai pribadi, dalam tata pergaulan hidup dengan sesama anggauta masyarakat, dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Pancasila ini harus terwujud dalam pembangunan sosial, ekonomi dan politik kita. Pancasila harus terpancar dari gaya pemerintahan kita, mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah yang terkecil. Pendeknya, Pancasila harus terasa dan mempunyai arti dalam segala segi kehidupan kita masing-masing dan bersama-sama.
Karena itulah berulang kali saya mengajak masyarakat untuk bersama-sama memikirkan cara-cara yang mudah dimengerti mengenai penghayatan dan penjabaran Pancasila. Secara khusus saya juga telah meminta perguruan-perguruan tinggi untuk memikirkan hal ini, yang kemudian hal itu dikoordinasikan oleh Dewan Pertahanan Keamanan Nasional.
Penelitian oleh perguruan-perguruan tinggi umumnya dan penelitian-penelitian secara ilmiah khususnya perlu kita lakukan, karena dengan itu akan dapat didekati kebenaran dan obyektivitas. Namun demikian usaha kita ini tidak boleh menutup pandangan dari masyarakat sendiri, karena Pancasila itu adalah milik seluruh masyarakat.
Karena Pancasila adalah milik kita bersama dan harus kita amalkan bersama-sama pula, maka kita pun bersepakat bulat mengenai pengertian dan penjabaran Pancasila itu sendiri. Dengan demikian maka Pancasila dapat kita hindarkan dari penafsiran kita masing-masing, yang mungkin berbeda-beda. Sebab penafsiran dan penjabaran Pancasila yang berbeda-beda sama saja dengan mengaburkan arti dari Pancasila.
Penelitian oleh perguruan-perguruan tinggi umumnya dan penelitian-penelitian secara ilmiah khususnya perlu kita lakukan, karena dengan itu akan dapat didekati kebenaran dan obyektivitas. Namun demikian usaha kita ini tidak boleh menutup pandangan dari masyarakat sendiri, karena Pancasila itu adalah milik seluruh masyarakat.
Karena Pancasila adalah milik kita bersama dan harus kita amalkan bersama-sama pula, maka kita pun bersepakat bulat mengenai pengertian dan penjabaran Pancasila itu sendiri. Dengan demikian maka Pancasila dapat kita hindarkan dari penafsiran kita masing-masing, yang mungkin berbeda-beda. Sebab penafsiran dan penjabaran Pancasila yang berbeda-beda sama saja dengan mengaburkan arti dari Pancasila.
Tahun-tahun sekarang ini saya anggap tepat untuk memikirkan penjabaran Pancasila. Sekarang kita sedang berada di tengah-tengah pelaksanaan REPELITA II. Pembangunan yang kita kerjakan telah mulai tampak hasil¬hasilnya. Dalam pada itu kita sadar, bahwa apa yang kita kerjakan sekarang dan juga apa yang tidak kita kerjakan, akan mempunyai pengaruh yang besar pada arah dan wujud masyarakat Indonesia dalam dasawarsa-dasawarsa yang akan datang. Tentu saja apa yang kita saksikan dan kita rasakan sekarang ini masih jauh dari wujud masyarakat berdasarkan Pancasila yang kita angan-angankan. Namun ibarat kita membangun gedung, maka yang kita kerjakan dalam tahap-tahap awal pembangunan ini adalah membuat pondamennya. Gedung bangunan masyarakat Pancasila yang kita bangun haruslah kokoh agar dapat melindungi dan membuat sejahtera bangsa kita sepanjang masa; sebab itu, pondamennya juga harus kokoh. Ini berarti bahwa dasar-dasar Pancasila sudah harus mulai kita letakkan dalam pembangunan sosial, ekonomi dan politik kita mulai dari sekarang.
Di samping itu, seperti tadi saya singgung, kita cukup kaya dengan pengalaman dan ujian-ujian terhadap Pancasila. Apa yang kita angan-angankan mengenai Pancasila telah banyak diuji oleh kenyataan. Hal ini juga akan membuat kita lebih realitas dalam menjabarkan Pancasila.
Di samping itu, perbedaan pengertian dan tafsir kita mengenai Pancasila dapat menimbulkan perselisihan di antara kita. Perselisihan itu dapat berlarut-larut yang dapat mengakibatkan terganggunya stabilitas nasional, yang akhirnya juga menghambat usaha kita bersama untuk segera mewujudkan cita-cita nasional ialah mewujudkail masyarakat dan kehidupan bersama berdasarkan Pancasila itu sendiri.
Apabila kita telah bersepakat bulat mengenai pedoman menghayati dan menjabarkan Pancasila itu nanti, maka sangat tepat apabila kebulatan tadi kita kukuhkan bersama menjadi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Syukur kalau mungkin, telah dapat dikukuhkan oleh Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang akan datang. Dengan demikian, bukan hanya Pancasila dalam rumusan-rumusan umum yang kita miliki bersama; akan tetapi juga kita akan memiliki pedoman-pedoman dalam penghayatan dan penjabaran Pancasila yang lebih terperinci dan lebih jelas. Dengan demikian akan makin jelas pula jalan yang akan kita tempuh bersama dalam mewujudkan Pancasila dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Tentu, dalam usaha merumuskan pedoman penghayatan dan penjabaran Pancasila ini kita harus tetap membatasi diri pada hal-hal yang pokok, pada isinya yang tetap tidak berobah. Ini penting kita perhatikan sebab Pancasila itu harus kita amalkan secara kreatif. Dengan pedoman penghayatan dan penjabaran Pancasila yang lebih jelas dan sederhana, yang dapat meng¬gugah semangat dan memberi harapan, maka kita akan memiliki pengertian dan keyakinan. Dengan pengertian dan keyakinan yang diamalkan, maka akan mantaplah Pancasila yang secara konstitusional tidak perlu dipersoalkan lagi itu. Pancasila harus kita buat sungguh-sungguh manusiawi karena Pancasila memang untuk manusia-manusia Indonesia. Dalam usaha kita menjabarkan Pancasila kita perlu menyelaraskan antara angan-angan dan kenyataan.
Kita harus melambungkan angan-angan kita setinggi-tingginya mengenai kehidupan pribadi dan bersama-sama dalam angan-angan kita mengenai Pancasila. Tetapi kita juga harus berpijak pada kenyataan mengenai kemampuan manusiawi untuk mewujudkan angan-angan yang indah itu. Hal ini perlu kita perhatikan karena di samping manusia memiliki kekuatan-kekuatan maka is pun dilekati dengan kelemahan, di samping mempunyai kemampuan-kemampuan maka manusia pun mempunyai keterbatasan-keterbatasan, di samping mempunyai sifat-sifat yang baik maka manusia pun mempunyai sifat-sifat yang kurang baik. Jangan kita membuat pedoman penghayatan dan penjabaran Pancasila yang berada di luar batas kemampuan dan kelayakan manusiawi tadi.
Membangun manusia di luar batas kemampuan dan kelayakan manusiawi adalah mustahil. Namun kita hams berusaha untuk terus meningkatkan corak dan mutu kehidupan, meningkatkan akal dan moral kita, sesuai dengan harkat manusia sebagai makhluk Tuhan. Dan arah itulah yang harus kita tuju. Di dalam Pancasila terkandung hal-hal yang mutlak mengenai manusia. Manusia lah tujuan dan pelaksana daripada Pancasila itu. Untuk itu lah sekali lagi kita perlu memiliki pedoman hidup penghayatan Pancasila, yang menjadi pedoman hidup sehari-hari, yang menyangkut sikap hidup kita.
Pedoman sikap hidup ini harus bertolak dari kesadaran tentang sifat kodrat manusia yang mutlak. Sifat kodrat itu ialah sifat sebagai perseorangan dan sifat sebagai makhluk sosial. Kedua sifat ini merupakan kesatuan bulat yang hams dikembangkan secara selaras. Kita harus sadar bahwa sebagai manusia kita hanya mempunyai arti dan dapat hidup di dalam masyarakat. Manusia hanya mempunyai arti dan dapat hidup di antara manusia lainnya. Tanpa manusia lainnya dan tanpa masyarakat, seseorang tidak akan ada artinya dan tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam mempertahankan hidup dan usaha mengejar kehidupan yang lebih baik maka mustahil dikerjakan sendiri tanpa bantuan atau bekerjasama dengan orang-orang lain di dalam masyarakatnya. Sebab itu harus juga timbul kesadaran bahwa segala yang kita capai dan kebahagiaan yang kita rasakan juga berkat bantuan atau kerjasama orang lain dalam masyarakat.
Karena itu pedoman pokok hidup manusia Pancasila adalah bagaimana manusia Indonesia dapat mengen¬dalikan kepentingan dan kehendak pribadinya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai makhluk sosial. Dengan kata lain, bagaimana manusia Indonesia dapat mengendalikan dan agar tidak hanya menuruti kehendaknya sendiri saja dengan mengabaikan kepentingan orang lain dalam masyarakat. Pengendalian terhadap diri sendiri berarti kemampuan untuk menentukan kecepatan, kelajuan dan malahan bila perlu menghentikan kehendak diri sendiri pada saat tiba waktunya untuk memenuhi kewajiban sebagai makhluk sosial.
Dalam menuruti kehendak sendiri dalam mengejar keberhasilan materiil misalnya, maka umumnya kita akan melihat "ke atas", melihat kepada orang-orang lain yang lebih berhasil. Sikap melihat "ke atas" memang mengan¬dung unsur yang balk, sepanjang hal itu berarti dorongan untuk maju dan berusaha lebih keras. Namun dalam kenyataan masyarakat tidak semua orang berhasil dan hasil yang dicapai pun tidak merata. Karena itu sebagai makhluk sosial, sebagai anggauta masyarakat yang sadar bahwa keberhasilannya juga berkat anggauta masyarakat lainnya, maka sangat perlu kita menengok "ke samping". Usaha pengendalian diri dalam mengejar kemajuan materiil ini lebih mudah kita lakukan apabila kita lebih banyak melihat "ke bawah", melihat orang-orang lain yang jauh tertinggal atau jauh lebih jauh lebih serba kekurangan.
Pada saat kita melihat banyak orang lain yang masih serba kekurangan itu lah nafsu dan kehendak pribadi akan lebih mudah terkendali. Pada saat itu lah kepentingan atau kehendak pribadi harus dapat kita tahan, sambil berusaha agar orang lain dapat tertolong, dan dapat maju bersama-sama. Karena Pancasila menghendaki kehidupan yang maju dan berkeadilan, maka sikap menahan din ini tidak berarti pasif. Tetapi sebaliknya, malahan harus aktif. Artinya, kita bukan saja harus membiarkan orang lain hidup serba kekurangan dan menunggu agar kehidupan mereka lebih baik; melainkan kita hams membantunya agar mereka pun dapat segera bangkit, lebih berhasil dan mencapai kehidupan yang lebih baik.
Kemampuan untuk mengendalikan diri itu lah yang harus dapat kita terapkan dalam mengamalkan Pancasila; mengamalkan Ketuhanan Yang Mahaesa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam Sila Ketuhanan Yang Mahaesa pengendalian diri itu berwujud dalam ketaqwaan kita kepada Tuhan Yang Mahaesa serta saling hormat menghormati antara pemeluk-pemeluk agama dan kepercayaan yang berlain¬lainan. Dalam masyarakat kita yang berdasarkan Pancasila itu tidak ada tempat bagi pertentangan mengenai Ketuhanan atau keagamaan, tidak ada tempat bagi paksaan agama dan tidak ada tempat bagi kegiatan anti agama. Kita harus membina kerjasama antara ummat beragama yang berbeda-beda dalam bersama-sama membangun masyarakat untuk perbaikan kehidupan lahir dan batin yang menjadi tuntutan dari semua agama. Hormat meng¬hormati dan kerjasama antara ummat beragama tidak mengajarkan agar ummat beragama yang satu memusuhi ummat beragama yang lain maupun karena manusia-manusia Pancasila dapat mengendalikan dirinya. Orang yang dapat mengendalikan dirinya pasti bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa dan tidak akan memusuhi orang yang berbeda agama.
Pedoman sikap hidup manusia Pancasila dalam melaksanakan Sila Ketuhanan Yang Mahaesa adalah taqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa menurut ajaran agama dan kepercayaan masing-masing serta saling menghormati dan hidup rukun di antara ummat yang saling berbeda agama dan kepercayaannya.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradap berarti kita menempatkan manusia pada tempat yang terhormat dan semestinya sesuai dengan harkatnya sebagai makhluk Tuhan. Karena itu kita pun dapat lebih mengendali¬kan diri sehingga tidak bersikap sewenang-wenang; baik karena kekuasaan, kepintaran maupun maupun karena harta benda. Sila ini membuat kita besar rasa "tepa slira", besar tenggang rasa dan jauh dari sikap "aja dumeh".
Persatuan Indonesia jelas mengharuskan kita menempatkan persatuan, kepentingan dan keselamatan Bangsa Indonesia, diatas kepentingan pribadi kita masing-masing. Dengan kata lain kita harus dapat mengendalikan diri kita masing-masing agar setiap langkah yang kita lakukan untuk mengejar kepentingan pribadi kita akan hentikan apabila kepentingan nasional, kepentingan negara dan Bangsa memerlukannya. Persatuan Indonesia berarti sikap hidup yang cinta kepada Tanah Air. Cinta Tanah Air mengandung kecintaan kepada kemerdekaan dan semangat kebangsaan yang besar. Cinta kepada kemerdekaan mendorong kita untuk makin giat dalam pembangunan.
Semangat kebangsaan akan memperkokoh persatuan. Dalam semangat kebangsaan ini juga terkandung kesadaran bahwa Bangsa Indonesia hidup dalam keluarga besar bangsa-bangsa di dunia. Dalam memperjoangkan kepentingan nasional kita pun memperhatikan kepentingan-kepentingan bangsa lain. Dari kesadaran ini lah kita mencoba ikut membangun tata dunia baru yang bebas dari penjajahan, saling hormat menghormati dan saling bantu membaniu antara bangsa dalam membangun kehidupan semua bangsa yang maju, sejahtera dan adil.
Pengendalian diri juga harus menjadi pedoman hidup kita dalam melaksanakan asas Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; yang tidak lain adalah kedaulatan rakyat. Permusyawaratan perwakilan itu dilaksanakan oleh wakil-wakil rakyat yang secara berkala dipilih melalui Pemilihan Umum. Dalam permusyawaratan inilah kepentingan semua golongan, kepentingan seluruh lapisan rakyat dibicara¬kan. Putusan yang diambil lebih dititik beratkan pada musyawarah daripada adu suara yang lebih banyak. Dalam hal ini pedoman kita adalah patuh kepada putusan Rakyat melalui wakil-wakilnya di lembaga-lembanga perwakilan rakyat tadi. Kita harus dapat mengendalikan diri berdisiplin untuk menjunjung tinggi dan mematuhi putusan Rakyat yang telah diambil secara konstitusionil dan demokratis itu.
Pedoman hidup dalam mengamalkan Keadilan sosial berpangkal pada prinsip suka tolong menolong. Semangat tolong menolong ini perlu kita terapkan secara dinamis. Tolong menolong harus diberi arti membantu orang lain yang memerlukannya agar dapat meningkatkan kemampuannya. Dengan sendirinya dalam pengertian ini terkandung untuk bekerja keras.
Menolong orang lain tidak berarti membiarkan orang lain bermalas-malas, sebab sifat malas mencerminkan tidak adanya tanggung jawab pada diri sendiri dan tanggung jawab sosial. Kesadaran sebagai makhluk sosial mengharus¬kan penggunaan milik pribadi dalam manfaat dan fungsi sosialnya, penggunaan apa yang dimilikinya bukan saja. kepentingannya sendiri tetapi juga agar dapat membantu orang lain dan agar miliknya itu juga dapat dirasakan manfaatnya bagi orang lain dan masyarakat.
Demikianlah pokok-pokok pedoman penghayatan Pancasila dan sikap hidup manusia Pancasila, yang berpangkal tolak dari kemampuan untuk mengendalikan diri pribadi sebagai makhluk sosial. Karena itu pengamal¬an Pancasila hams dapat dilaksanakan oleh pribadi-pribadi, bahkan hams dimulai dari orang perorangan. Pengamalan mulai dari pribadi-pribadi ini juga sesuai dengan kenyataan. Pembangunan negara dan bangsa kita pada akhirnya harus berarti pembangunan daripada pribadi-pribadi kita masing-masing. Bangsa terdiri dan kelompok-ke¬lompok masyarakat, setiap kelompok masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga dan setiap keluarga terdiri dari priba¬di-pribadi. Karena itu membangun negara dan bangsa kita yang berdasarkan Pancasila berarti membangun manusia-manusia Pancasila. Karena itu tadi juga saya katakan bahwa manusialah tujuan dan pelaksana daripada Pancasila. Membangun sikap hidup yang dapat mengendalikan diri itu memerlukan penghayatan, kesadaran dan latihan. Malahan, karena Pancasila telah merupakan pandangan hidup kita, maka wajiblah kita berlatih untuk mengendalikan diri tadi. Latihan-latihan ituperlu dimulai dari masa muda, malahan dari masa anak-anak.
Dan Gerakan Pramuka hendaklah dapat menjadi tempat berlatih mengendalikan diri itu. Latihan mengendalikan diri akan lebih berhasil apabila ada dorongan kuat dari dalam diri kita sendiri. Sebab itu lah Pancasila perlu dimengerti secara lebih jelas dan perlu dihayati dengan lebih mudah. Telah lama kita memiliki Pancasila. Tetapi kita tidak cukup dan tidak ingin hanya memilikinya, kita bertekad untuk mengamalkaannya, kita berjanji untuk melaksanakannya, kita ber"prasetia" untuk mewujudkannya; dengan pangkal tolak manusia sebagai makhluk sosial, sebagai pribadi yang dapat mengendalikan diri dalam hidup nya didalam masyarakat. Janji pada dirinya sendiri, dengan segala keberhasilan dan kemampuan selalu berusaha mengendalikan kepentingan pribadinya guna memenuhi kewajibannya sebagai makhluk sosial dalam mewujudkan kehidupan Pancasila itu, marilah kita namakan "Eka Presetia". Yang kita janjikan pada diri sendiri adalah mengorbankan kepentingan pribadinya guna memenuhi kewajib¬annya sebagai makhluk sosial, yang didorong oleh keinginan untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila. Menghayati dan mengamalkan Sila-sila dari Pancasila oleh karsa pribadi itu marilah kita namakan "Panca Karsa", yang meliputi
- Taqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa dan menghargai orang lain yang berlainan Agama/Kepercayaannya;
- Mencintai sesama manusia dengan selalu ingat kepada orang lain, tidak sewenang-wenang dan "tepa slira";
- Cinta pada Tanah Air; menempatkan kepentingan Negara dan Bangsa di atas kepentingan pribadi;
- Demokratis dan patuh pada putusan Rakyat yang sah;
- Suka menolong;menggunakan apa yang dimiliki untuk menolong orang lain, sehingga dapat meningkatkan kemampuan orang lain itu.
Dengan menyadari pentingnya pengamalan Pancasila secara nyata, maka saya meminta kepada Gerakan Pramuka untuk menanamkan penghayatan dan pengamalan Pancasila secara lebih dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan Pramuka sendiri maupun dalam masyarakat pada umumnya. Dengan ajakan itu maka dengan ini saya nyatakan Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka 1976 dibuka secara resmi. Semoga Tuhan Yang Mahaesa memberkahi kita semua.
Terima kasih.
Jakarta, 12 April 1976
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
JENDERAL TNI.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
JENDERAL TNI.
Sumber :
Buku, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Kwarnas Gerakan Pramuka, Jakarta, 1977
No comments:
Post a Comment