Friday, 12 October 2012

Wiradhirotsaha (Kerabat purna anggota DKD DIY)




Pengantar
  • Dewan Kerja Penegak Pandega disamping memiliki sisi organisatoris sebagai pembantu kwartir, memiliki pula sisi kekerabatan yang erat yang disebut dengan  "persaudaraan bakti". Persaudaraan bakti ini bersifat megikat secara emosional dan kultural sehingga terus  dipertahankan oleh segenap pendukungnya. 
  • Seperti diketahui akhir "perjalanan bakti" pramuka penegak pandega adalah bercabang dua. Pertama menempuh jalan melanjutkan pengabdian di Gerakan Pramuka (sebagai Pembina, Andalan, Pelatih, staf Kwartir, dll). Kedua menempuh jalan melaksanakan pengabdian di masyarakat dengan menapaki karier profesionalnya. 
  • Bagi para pramuka penegak pandega kedua cabang pengabdian tersebut di atas tidak lantas memisahkan tali persaudaraan bakti. Inilah yang kemudian melahirkan berbagai kekerabatan mantan anggota Dewan Kerja di berbagai daerah dengan ciri masing-masing.

Wiradhirotsaha
  • Wiradhirotsaha adalah perkumpulan para purna pengurus DKD Kwarda DIY yang dalam perkembangannya juga mewadahi para purna DKC, DKR dan para penegak pandega yang pernah menjadi sangga kerja atau kelompok kerja kegiatan di tingkat Kwarda DIY. Perkumpulan ini dimulai sejak tahun 1970 yaitu saat  berkumpulnya Pengurus DKD-DIY, bersama Penegak dan Pandega yang aktif membantu kegiatan DKD-DIY membentuk Ambalan Kerja. Ambalan Kerja tersebut diberi nama Wiradhirotsaha yang merupakan usulan dari Kak Chairul Anwar. Wira berarti perwira. Dhirotsaha berarti Pemimpin yang rajin dan tekun bekerja, memusatkan rasa,cipta dan karsa, dan karyanya untuk mengabdi kepada kepentingan nusa, bangsa dan Gerakan Pramuka. 
  • Hingga saat ini kerabat Wiradhirotsaha juga memiliki semboyan bakti yang berbunyi : "RELA DHARMA BHAKTI DIRI, BUDI LUHUR DHARMA BHAKTI". Sandi ini pertama kali diucapkan oleh Kak Dibyo Setyobroto (Andutra Kwarda IX DIY) pada PERPPANITRA-DIY ke I tahun 1968 di Kaliurang. 
  • Kerabat Wiradhirotsaha juga memiliki sandi bakti dan berbagai adat tradisi, salah satu diantaranya adalah upacara adat pernikahan kerabat wiradhirotsaha. Kerabat yang menikah akan diberi cindera mata yang berisi sandi bakti dan ditulis diatas kulit berpigura. Disamping itu nama kedua mempelai ditulis dan digrafir di  PIALA BERGILIR yang harus

disimpannya dan baru diserahkan kepada kerabat yang menikah berikutnya.


Wiradhirotsaha dan Ajaran Kepemimpinan Mahapatih Gajahmada
Wiradhirotsaha merupakan salah satu isi dari “Pustaka Hasta Parateming Prabu” atau 18 ilmu kepemimpinan. Pitutur luhur ini pernah diterapkan Maha patih Gajah Mada pada zaman keemasan Kerajaan Majapahit di bumi Nusantara ini. Ke 18 pitutur kepemimpinan tersebut adalah :

  1. “Wijaya”, Artinya pemimpin harus mempunyai jiwa tenang, sabar dan bijaksana serta tidak lekas panik dalam menghadapi berbagai macam persoalan. Hanya dengan jiwa yang tenang masalah akan dipecahkan.
  2. “Mantriwira”, artinya pemimpin harus berani membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun.
  3. "Natangguan”, artinya pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakat dan berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut sebagai tanggung jawab dan kehormatan.
  4. “Satya Bhakti Prabhu”, pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih tinggi dan bertindak dengan penuh kesetiaan demi nusa dan bangsa.
  5. “Wagmiwak”, pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara dengan tutur kata yang tertib dan sopan serta mampu menggugah semangat masyarakatnya.
  6. “Wicaksaneng Naya”, artinya pemimpin harus pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan siasat.
  7. "Sarjawa Upasama”, artinya seorang pemimpin harus rendah hati, tidak boleh sombong, congkak, mentang-mentang jadi pemimpin dan tidak sok berkuasa.
  8. “Dhirotsaha”, artinya pemimpin harus rajin dan tekun bekerja, memusatkan rasa, cipta, karsa dan karyanya untuk mengabdi pada kepentingan umum.
  9. “Tan Satresna”, maksudnya seorang pemimpin tidak boleh pilih kasih terhadap salah satu golongan, tetapi harus mampumengatasi segala paham golongan, sehingga dengan demikianakan mampu mempersatukanseluruh potensi masyarakatnya untuk mensukseskan cita-cita bersama.
  10. “Masihi Samasta Bhuwana”, maksudnya seorang pemimpin mencintai alam semesta dengan melestarikan lingkungan hidup sebagai karunia Tuhan dan mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat.
  11. “Sih Samasta Bhuana”, maksudnya seorang pemimpin dicintai oleh segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya pemimpin mencintai rakyatnya.
  12. “Negara Gineng Pratijna”, maksudnya seorang pemimpin senantiasa mengutamakan kepentingan negara  daripada kepentingan pribadi ataupun golongan, maupun keluarga.
  13. “Dibyacitta”, maksudnya seorang pemimpin harus lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain atau bawahannya (akomodatif dan aspiratif).
  14. “Sumantri”, maksudnya seorang pemimpin harus tegas, jujur, bersih dan berwibawa.
  15. “Nayaken Musuh”, maksudnya dapat menguasai musuh-musuh, baik yang dating dari dalam maupun dari luar, termasuk juga yang ada di dalam dirinya sendiri.
  16. “Ambek Parama Artha”, maksudnya pemimpin harus pandai menentukan prioritas atau mengutamakan hal-hal yang lebih penting bagi kesejahteraan dan kepentingan umum.
  17. “Waspada Purwa Artha”, artinya pemimpin selalu waspada dan mau melakukan mawas diri (introspeksi) untuk melakukan perbaikan.
  18. “Prasaja”, artinya seorang pemimpin supaya berpola hidup sederhana (Aparigraha), tidak berfoya-foya atau serba gemerlap.

Penutup
Ke delapan belas pitutur (ajaran) kepemimpinan Gajahmada di atas diharapkan selalu menjadi inspirasi dan motivasi bagi segenap  pramuka penegak pandega yang sedang menjabat atau sudah memasuki masa purna tugas di DKD Kwarda XII DIY.  Melalui nilai-nilai yang terkandung dalam ke delapan belas ajaran kepemimpinan dimaksud diharapkan para pengurus dan purna pengurus DKD Kwarda XII DIY dimanapun berada mampu mengabdikan dan mengembangkan potensi cipta, rasa, karsa dan karya kepemimpinannya di jalan kebaikan dan kebenaran, baik bagi keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negaranya. Inilah salah satu hakekat implementasi sistem pendidikan kepramukaan khususnya dalam bidang pendidikan kepemimpinan yang berbasis pada  "nilai dan kearifan lokal".
 


Sumber :
Kak Bambang Sukiswo,  purna anggota DKD  Kwarda DIY - Kerabat Wiradhirotsaha
-- ditulis ulang untuk keperluan "ensiklopedia pramuka"  ('aiw)

No comments:

Post a Comment